Selasa, 29 November 2011

Anfis Kulit

A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM INTEGUMEN
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar keringat dan kelenjar mukosa.(Syaifuddin, 2006)
1. ANATOMI SISTEM INTEGUMEN
a. Susunan Kulit Manusia
Menurut Syaifuddin (2006) Kulit manusia tersusun atas tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis dan subkutis. Epidermis dan dermis dapat terikat satu sama lain akibat adanya papilare dermis dan rabung epidermis.
1) Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal
yang berbeda-beda: 400-600 m untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 m untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan:
a) Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses
melanogenesis.
b)Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum
tulang, yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit.
c)Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan
berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.
d)Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling
dalam sebagai berikut:
a) Stratum Korneum, terdiri atas15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan
sitoplasma yang dipenuhi keratin.
4
b) Stratum Lucidum, terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat gepeng, dan sitoplasma terdri atas keratin padat. Antar sel terdapat desmosom.
c) Stratum Granulosum, terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang sitoplasmanya berisikan granul keratohialin. Pada membran sel terdapat granula lamela yang mengeluarkan materi perekat antar sel, yang bekerja sebagai penyaring selektif terhadap masuknya materi asing, serta menyediakan efek pelindung pada kulit.
d) Stratum Spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum saling terikat dengan filamen; filamen ini memiliki fungsi untuk mempertahankan kohesivitas (kerekatan) antar sel dan melawan efek abrasi. Dengan demikian, sel-sel spinosum ini banyak terdapat di daerah yang berpotensi mengalami gesekan seperti telapak kaki.
e) Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada epidermis, terdiri atas selapis sel kuboid. Pada stratum basal terjadi aktivitas mitosis, sehingga stratum ini bertanggung jawab dalam proses pembaharuan sel-sel epidermis secara berkesinambungan.

2) Dermis, yaitu lapisan kulit di bawah epidermis, memiliki ketebalan yang bervariasi bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm di daerah punggung. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.
a)Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri
atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast,
makrofag, dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi).
b)Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas
jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I).
Selain kedua stratum di atas, dermis juga mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebacea
a)Rambut, merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal dari
invaginasi epitel epidermis, yaitu folikel rambut. Pada folikel ini terdapat pelebaran terminal yang berbentuk benjolan pada sebuah papilla dermis. Papila dermis tersebut mengandung kapiler dan ditutupi oleh sel-sel yang akan membentuk korteks rambut, kutikula rambut, dan sarung akar rambut.
b)Kelenjar keringat, yang terdiri atas kelenjar keringat merokrin dan kelenjar
keringat apokrin
Kelenjar keringat merokrin, berupa kelenjar tubular sipleks bergelung dengan saluran bermuara di permukaan kulit. Salurannya tidak bercabang dan memiliki diameter lebih kecil dari bagian sekresinya 0,4 mm. Terdapat dua macam sel mioepitel yang mengelilingi bagian sekresinya, yaitu sel gelap yang mengandung granula sekretoris dan sel terang yang tidak mengandung granula sekretoris.
Kelenjar keringat apokrin, memiliki ukuran lebih besar (3-5 mm) dari kelenjar keringat merokrin. Kelenjar ini terbenam di bagian dermis dan hipodermis, dan duktusnya bermuara ke dalam folikel rambut. Terdapat di daerah ketiak dan anus.
Kelenjar sebacea, yang merupakan kelenjar holokrin, terbenam di bagian dermis dengan jumlah bervariasi mulai dari seratus hingga sembilan ratus per centimeter persegi. Sekret dari kelenjar sebacea adalah sebum, yang tersusun atas campuran lipid meliputi trigliserida, lilin, squalene, dan kolesterol beserta esternya.
Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan ikat longgar yang disebut jaringan subkutan dan mengandung sel lemak yang bervariasi. Jaringan ini disebut juga fasia superficial, atau panikulus adiposus. Jaringan ini mengandung jalinan yang kaya akan pembuluh darah dan pembuluh limfe. Arteri yang terdapat membentuk dua plexus, satu di  antara strat
papilare dan reti lare, sat lagi di antara dermis dan
jaringan subkutis. Cabang-cabang plexus tersebutmen dar a hipa pila
dermis. Sedangkan vena membentuktiga plexus, dua berlkasi seperti
arteri, satulagi di pertengahan dermis. Adapun pembuluhlimfe memiliki
lkasi sama dengan pembuluh arteri.
Untuk mendukung fungsi kulit sebagai penerima stimulus, maka
terdapat banyak ujung saraf, antara lain diepidermis, folikelr a mbut,
kelenjar kutan,jaringan dermis dan subkutis, serta papila dermis. Ujung sarafini tanggapterhadap stimulus seperti rabaan-tekanan, sensasi taktil, suhut inggi/rendah, nyeri, gatal, dan sensasi lainnya. Ujung sarafini meliputi ujung Ruffini, Vaterpacini,Meissner, dan Krause. Selainitu
turunan kulitya n g lain adalah kuku. Kuku merupakan lempeng selepitel
berkeratin pada permukaan dorsal setiap falang distal. Lempeng kuku
terletak pada stratum korneum, sedangkan dasar kuku terletak pada
stratum basal dan spinosum

            B. KONSEP LUKA KOTOR
1. Pengertian Luka
Luka adalah terganggunya (distrupsion) integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya. Trau`ma dapat terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, luka dapat terbuka atau tertutup, bersih atau terkontaminasi, superficial atau dalamK oi ze r,( 1992)
Sedangkan Walf dkk(1979) dalam (Agustina,.. ..) mengatakan luka
adalah istilah cedera atau trauma.Cedera pada jaringan dapat terjadi karena bermacam-macam sebab seperti tekanan pada tubuh atau kekerasan, suhu yang amat sangat (panas atau dingin); zat-zat kimia, reaksi atau luka mungkin terbuka atau tertutup. Luka mungkin karena kecelakaan atau disengaja.
Luka adalah ´Rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari intenal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu´ Lazarus,(1994) dalam Agustina,(.....)
Luka kotor atau luka terinfeksi adalah luka dimana organisme yang menyebabkan infeksi pascaoperatif terdapat dalam lapang operatifnsebelum pembedahan. Hal ini mencakup luka traumatik yang sudah lama dengan jaringan yang terkelupas tertahan dan luka yang melibatkan infeksi klinis yang sudah ada atau visera yang mengalami perforasi. Kemungkinan relatif infeksi luka adalah lebih dari 27 %. Potter and Perry.(2005)
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
b.Respon stres simpatis
c. Perdarahan dan pembekuan darah
d. Kontaminasi bakteri
e. Kematian sel




C. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN LUKA KOTOR
1. Pengkajian Luka
a. Kondisi luka
1) Warna dasar luka
a) Slough (yellow)
b) Necrotic tissue (black)
c) Infected tissue (green)
d) Granulating tissue (red)
e) Epithelialising (pink)
2) Lokasi ukuran dan kedalaman luka
3) Eksudat dan bau
4) Tanda-tanda infeksi
5) Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban
6) Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
b. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin.
c. Status vascular : Hb, TcO2
d. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan
yang lain
e. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya
2. Perencanaan
a. Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini.Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun1962 yang dipublikasikan
dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
1) Mempercepat fibrinolisis
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih
cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2) Mempercepat angiogenesis
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan
merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.
3) Menurunkan resiko infeksi
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan perawatan kering.
4) Mempercepat pembentukan Growth factor
Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
5) Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif.
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini. Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
a) Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan
oleh luka (absorbing)
b) Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal)
c) Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
d) Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
) Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann,1999; Ovington,1999)
b. Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :
1) Apakah suplai telah tersedia?
2) Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?
3) Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?
4) Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
5) Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
6) Bagaimana cara mengevaluasi?
c. Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya
1) Film Dressing
a) Semi-permeable primary atau secondary dressings b)Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive c)Conformable, anti robek atau tergores
d) Tidak menyerap eksudat
e) Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
f) Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak
g)Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm
2) Hydrocolloid
1) Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
2) Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough 3) Occlusive ±> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis 4) Waterproof
5) Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
6) Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
7)Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll,Comfeel
3) Alginate
1) Terbuat dari rumput laut
2) Membentuk gel diatas permukaan luka
 3) Mudah diangkat dan dibersihkan
4) Bisa menyebabkan nyeri
5) Membantu untuk mengangkat jaringan mati
6) Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
7) Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
8) Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
9) Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan
4) Foam Dressings
1) Polyurethane
2) Non-adherent wound contact layer
3) Highly absorptive
4) Semi-permeable
5) Jenis bervariasi
6) Adhesive dan non-adhesive
7) Indikasi : eksudat sedang s.d berat
8) Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik
hitam
9) Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva
5) Terapi alternatif
1) Zinc Oxide (ZnO cream)
2) Madu (Honey)
3) Sugar paste (gula)
4) Larvae therapy/Maggot Therapy
5) Vacuum AssistedClosure
6) Hyperbaric Oxygen
3. Implementasi
Luka terinfeksi
a. Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan
luka
b. Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
Wound culture ± systemic antibiotics
d. Kontrol eksudat dan bau
e. Ganti balutan tiap hari
f. Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon
dressings, silver dressings
4. Evaluasi danMonitoring Luka
a. Dimensi luka : size, depth, length, width
b. Photography
c. Wound assessment charts
d. Frekuensi pengkajian
e. Plan of care
5. Dokumentasi Perawatan Luka
a. Potential masalah
b. Komunikasi yang adekuat
c.Continuity of care
d. Mengkaji perkembangan terapi atau masalah lain yang timbul
e. Harus bersifat faktual, tidak subjektif
f. Wound assessment charts



22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kami menyimpulkan dalam makalah ini
B. SARAN
1. Seorang perawat harus menguasai ilmu dan inovasi produk perawat supaya
optimal dalam melakukan perawatan
2.
 Seorang perawat harus mengkaji luka secara komperehensif.
3.
 Seorang perawat harus menguasai pengetahuan dan keterampilan klini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar