Perkembangan Psikoseksual
Seiring dengan pertumbuhan fisik dan organ-organ seks yang terjadi pada remaja, matang pulalah kelenjar-kelenjar kelamin pada diri remaja hal ini menimbulkan adanya desakan-desakan baru yang ada pada diri remaja, berupa desakan-desakan untuk melakukan hubungan seksual. Perubahan Psikoseksual sendiri ditandai dengan timbulnya perubahan seksual, seperti mulai bisa merasakan rangsangan seksual, timbulnya pikiran seksual, seperti keinginan untuk berfantasi seksual, dan timbul dorongan untuk melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis.
Freud menyebut masa remaja sebagai fase genital, yaitu energi libido atau seksual yang pada masa pra remaja bersifat laten kini hidup kembali. Dorongan seks dicetuskan oleh hormon-hormon androgen tertentu seperti testosteron yang selama masa remaja ini kadarnya meningkat. Tidak jarang mereka melakukan masturbasi sebagai cara yang aman untuk memuaskan dorongan seksualnya, kadang-kadang mereka melakukan sublimasi terhadap dorongan seksualnya kearah aktifitas yang lebih bisa diterima, misalnya kearah sastra, psikologi, olah raga atau kerja sukarela, sistem sosial yang memadai sering membantu remaja menemukan cara-cara yang dapat menyalurkan energi seksualnya pada aktivitas atau peran yang lebih bisa diterima (Sadock, 1997) .
Salah satu pendapat Aristoteles tentang sifat remaja yang sampai saat ini masih juga dianggap benar adalah pernyataannya tentang kuatnya hasrat seksual pada fase ini, dengan gamblang dia mengungkapkan:
Orang-orang muda punya hasrat-hasrat yang sangat kuat dan mereka cenderung untuk memenuhi hasrat-hasrat itu semuanya tanpa membeda-bedakannya dari hasrat yang ada pada tubuh mereka, hasrat seksuallah yang paling mendesak dan dalam hal inilah mereka menunjukkan hilangnya kontrol diri (Sarwono, 2001).
Orang-orang muda punya hasrat-hasrat yang sangat kuat dan mereka cenderung untuk memenuhi hasrat-hasrat itu semuanya tanpa membeda-bedakannya dari hasrat yang ada pada tubuh mereka, hasrat seksuallah yang paling mendesak dan dalam hal inilah mereka menunjukkan hilangnya kontrol diri (Sarwono, 2001).
Pendapat Aristoteles diatas diperkuat dengan pendapat Kaplan & Sadock (1988), menurutnya pada fase remaja pertengahan berdasarkan literatur barat perilaku dan pengalaman seksual sudah menjadi kelaziman. Dari waktu-kewaktu mereka makin dini melakukan aktivitas seksual (rata-rata telah melakukan pada usia 16 tahun). Baru pada masa remaja akhir mereka mulai ada perhatian terhadap rasa kasih sayang sesama manusia, moral, etika, agama, dan mereka mulai memikirkan masalah-masalah dunia (Sadock, 1997). Jelasnya citra tubuh, minat berkencan, dan perilaku seksual pada remaja sangat dipengaruhi oleh perubahan pada masa pubertas, yaitu suatu periode dimana kematangan kerangkan dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja.
Masa Remaja(dr. Nalini Muhdi, Sp.KJ)
Masa ketika topan dan badai datang mendera
Masa ketika topan dan badai datang mendera
Masa remaja dikenal dengan masa yang terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Pada masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) terdapat beberapa fase (Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 1-0 tahun), remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun) masa remaja akhir (usia 18 sampai dengan 21 tahun) dan di antaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya.
Fase pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertas sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pada fase itu remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik pada bentuk fisik (terutama organ-¬organ seksual) dan psikis terutama emosi.
Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas-¬aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif.
Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya masa remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang tidak positif, misalnya tawuran. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi dalam lingkungannya.
Mengingat masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki keterampilan sosial atau yang disebut kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional keterampilan sosial ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan menipu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif.
Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Kecerdasan emosional nampak terlihat pada kemampuan merasakan, memahami dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut pemilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari, dan intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pandai menggunakan emosi
sumber: http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/mengenal-masa-remaja-siswa/
sumber: http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/mengenal-masa-remaja-siswa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar